Penjahat Yang Paling Dimusuhi Pada Piala Dunia

Ini isi daftar orang2/ negara2 yang kata mas Owen ini paling dimusuhi rakyat sepakbola dalam sejarah piala dunia (sesuai judul di masing2 bab)

1. Moacir Barbosa ; Tumbal Kejayaan Sepakbola Brazil
kasian ih :s

2. TimNas Israel ; Tak Ada Tempat Baginya di Asia

3. Stanley Rous ; Musuh Sepakbola Dunia Ketiga

4. Antonio Ghiredelli & Corrado Pizzinelli : Dua Wartawan Penyulut Pertempuran

5. Inggris ; Tuan Rumah PD 1966, Perampok Abad Ini

6. Harold Thompson ; Dia yg Mencampakkan Para Pahlawan
Teganya teganya teganya....

7. Argentina ; Tuan Rumah PD 1978, Saat Tentara Mengatur semua

8. Diego Maradona (pemain) ; Musuh FIFA

9. TimNas Portugal PD 1986 ; Gerombolan Mata Duitan
gw dah brenti jadi suporter portugal semenjak ada si ronaldo ituh *abaikan*

10.Roberto Rojas ; Rajawali berpisau cukur
Jyaaaah gak kira2, licik bener.....

11.David Ginola ; Pembunuh Sepakbola Prancis

12.David Beckham ; Bocah Bodoh di Antara 10 Singa

13.Ahn Jung Hwan : Penghancur Sepakbola Italia
kasian, abis jadi pahlawan tapi kariernya mundur..

14.Christiano Ronaldo : Kedipan Kartu Merah
Aiiiish ga pernah suka ma yang satu ini, bawaannya pengen lempar cutter aja *kabur sebelum digetok burhan*

15.Ronaldinho ; Hilangnya Pesona Sepakbola

16.Marco Materazzi ; Korban yang Dipersalahkan

17.Diego Maradona (Pelatih) Ketika Argentina Mulai Membencinya
Baru tau Maradona pernah sedot lemak *gapenting, abaikan*

18.TimNas Perancis Pra PD 2010 ; Ke AfSel Pakai Tangan
Kenapa orang Perancis malu akan gol Henry, tapi Argentina tidak malu soal gol Maradona? #gaNgerti

Maradona masuk list dua kali, sekali sebagai pemain sekali sebagai Pelatih di TimNas Argentina, jadi intinya di benci banyak orang dong, tapi di'dewa'kan banyak orang juga

Ini adalah salah satu kisah dari daftar isi di atas :

1. Moacir Barbosa

mungkin agan-agan sekalian belum pernah dengar nama pemain yang satu ini. Barbosa pernah mendapatkan predikat sebagai penjaga gawang terbaik era 1940-an sampai 1950-an, sebelum “hal” itu terjadi dan menimpanya.
Moacir Barbosa Nascimento lahir pada 27 maret 1921 di Campinas, Sao Paulo, Brazil. memulai karier sepak bolanya di klub-klub kecil kampung halamannya. Kemudian, meniti ketenarannya setelah bergabung dengan Vasco da Gama. Barbosa juga kiper yang dikenal dengan enggan memakai sarung tangan karena lebih suka menyentuh bola langsung dengan telapak tangannya. Selama 10 tahun berkarier di Vasco da Gama, ia merengkuh gelar liga Brasil sebanyak 5 kali pada tahun 1945, 1947, 1949, 1950 dan 1952 serta merengkuh Campeonato Sul-Americano des Campeos (nama kerennya Copa Libertadores broh) pada tahun 1948.
Sepak terjangnya yang gemilang bersama klubnya membuka jalan bagi Barbosa untuk berkostum Selecao. Prestasinya semakin menjadi-jadi tatkala bergabung dengan timnas. Brasil menghancurkan Uruguay 7-0 pada final Copa America dan bermain apik pada beberapa pertandingan sebelum digelarnya Piala Dunia 1950, sehingga tak ada nama lain yang dapat mengutak-atik posisi Barbosa di kiper.

Bencana Barbosa di Maracana
Brazil tampil secara meyakinkan di Piala Dunia 1950. mereka menyikat Spanyol 7-1, lalu giliran Swedia yang menjadi tumbal dengan skor 6-1. Brasil tinggal membutuhkan hasil imbang melawan Uruguay (format yang digunakan dalam turnamen ini adalah setiap pemuncak grup yang terdiri atas 4 grup akan masuk pada grup selanjutnya, berbeda dengan sekarang setiap pemuncak grup dan runner up akan lolos ke babak 16 besar) untuk menjadi juara dunia baru setelah pada tahun sebelumnya direbut oleh Uruguay dan Italia.
Tak heran, seluruh rakyat Brasil berpikir bahwa yang menjadi juara adalah timnasnya bukannya berdebar harap-harap cemas. 3 hari sebelum digelarnya babak final, Kota Rio de Jeneiro larut dalam suasana persiapan pesta juara. Perlengkapan untuk perayaan telah ditata rapi, konfederasi sepak bola Brasil memerintahkan untuk membuat 22 medali emas lengkap dengan nama para pemain. Bahkan, presiden FIFA kala itu, Jules Rimet juga berpikiran bahwa yang akan menjadi juara adalah Brasil sehingga dia juga sibuk menyiapkan pidato ucapan selamat dalam bahasa Portugis.

 

Dengan keyakinan pasti juara, 205.000 ribu pendukung Brasil memenuhi stadion Maracana, sejarah membuktikan hanya terdapat 30 pendukung asal Uruguay yang menyaksikan. Pertandingan dimulai. Menit-menit pun berlalu, hingga pada menit ke 47, Friaca membawa unggul Brasil 1-0 atas Uruguay yang pertanda gelar juara begitu dekat. Para penonton bersorak-sorak gembira. Uruguay yang enggan mau kalah begitu saja tetap terus menyerang hingga akhirnya terciptalah gol oleh Alberto Schiaffino pada menit ke 66. Masyarakat Brasil enggan goyah terhadap keyakinan mereka bahwa timnya yang akan menjadi juara walaupun hasil akhir adalah seri. Seisi stadion tetap ramai sebelum 11 menit terakhir, penyerang legendaris Uruguay, Alcides Ghiggia berhasil menyaringkan sebuah gol yang membuat Brasil tertinggal 1-2, dan pada detik itu juga kali ini seisi stadion Maracana langsung senyap, Jules Rimet yang menyaksikan diam membisu. ketika wasit George Reader meniupkan peluit akhir, Maracana begitu sepi bak kuburan. “Kesunyian yang mengerikan” kata Jules Rimet, presiden FIFA pertama yang menjadi saksi mata pertandingan itu. Pesta yang sudah disiapkan pun tidak terdengar lagi kabarnya beserta pengalungan 22 medali emas dan lagu “brasil sang juara” tidak pernah lagi dikumandangkan. Timnas Uruguay merayakan pesta juara dunianya dengan sekenanya, pemberian piala dibiarkan oleh panitia pertandingan sehingga Jules Rimet sendiri yang turun tangan.

Air Mata Barbosa
Setelah kejadian itu, karir Barbosa tidak pernah kembali ke puncak sampai akhirnya ia pensiun sebagai pemain di usia 42 tahun. Kemudian, ia bekerja sebagai salah satu staf administrasi Stadion Maracana. Barbosa bekerja di sana selama 20 tahun. Setelah pensiun bekerja di Maracana, ia pindah kembali ke Sao Paulo. Barbosa terus mengalami penolakan. Termasuk di tahun 1993, ketika Timnas Brazil sedang menjalani training camp untuk menghadapi Piala Dunia 1994 di Amerika, Barbosa berinisiatif untuk berkunjung. Akan tetapi, oleh pelatih kepala Mario Zagallo (yang diketahui secara luas percaya pada takhayul) ia dilarang untuk menemui para pemain. Alasannya, agar tidak membawa nasib sial.
“Under Brazilian law the maximum sentence is 30 years. But my imprisonment has been for 50 years.”
Begitulah menurut Barbosa tentang hukuman apa yang sedang ia terima. Namun, menurut dia hal yang menyakitkan bukannya gol terakhir yang dicetak Alcides Ghiggia, melainkan ketika seorang ibu bersama anaknya menuding dan berkata ke Barbosa,
“Look at him, son. He is the man that made all of Brazil cry.”
Pada tahun 1997, istri yang sudah dinikahinya sejak 1947, Clotilde, meninggal dunia karena kanker. Kematian Clotilde membuat Barbosa hidup sebatang kara karena ia tidak memiliki anak maupun sanak saudara. Di penghujung hidupnya ini, Vasco da Gama akhirnya mendengar cerita soal salah satu legendanya ini. Pihak manajemen Vasco akhirnya memutuskan untuk memberi santunan sebesar £700 setiap bulannya. Sampai ajal menjemputnya di tahun 2000, ia bertahan hidup dan menyewa flat dari santunan ini. Dan ketika ia meninggal, ia nyaris tidak memiliki harta sama sekali. Dida, yang notabene merupakan kiper berkulit hitam Brazil setelah Barbosa berusaha mendobrak anggapan, bahwa apa yang telah diberikan Barbosa kepada Brazil (mencapai final Piala Dunia dan menjuarai Copa America) merupakan jasa besar buat tim Brazil serta pantas mendapat tempat yang khusus di mata masyarakat.